Aku adalah Pengorbanan Ibuku


Semua orang pasti dilahirkan dari rahim ibunya, melalui proses panjang penuh penderitaan dan sengsara, ibu mengandung anak-anaknya. Itulah mengapa, Tuhanpun memberikan penghargaan tinggi pada setiap ibu, bahkan surga diletakkan dibawah kakinya. Bagaimana mungkin kehidupan ini ada tanpa ibunda.

Jelang akhir tahun, tepatnya 21 s/d 28 Desember 2015, Tuhan mengantarkan sosok mulia itu ke Bekasi, Jawa Barat, tempat dimana aku bersama istri dan anak-anak-q tinggal saat ini. Bagi kami, tentu kehadirannya sangat berharga, bahkan bait-bait terindah yang pernah dituliskan oleh pujanggapun takmungkin mewakili penghargaan itu.

Ibuku, adalah wanita jawa nan sederhana, kuat dan taat beragama. Bahkan, untuk urusan sholat 5 waktu dia sangat keras mengingatkan anak-anaknya. Alhamdulillah, dia sudah menunaikan ibadah haji di tanah suci berkali-kali. Meskipun dia hanya lulusan Sekolah Dasar, anak-anaknya semua adalah Sarjana. Menunaikan ibadah haji lebih dari 2X, bukan karena dia banyak harta (kehendak dan panggilan Alloh), tapi karena dia adalah mantan Buruh Migrant Indonesia (BMI) di Arab Saudi, belasan tahun lamanya.

Tidak jauh berbeda dengan kebanyakan BMI lainnya, alasan ekonomilah yang kemudian menuntunnya menjadi "nekat" dan "tega", meninggalkan kami--ayah dan anak-anaknya, saya dan saudari satu-satunya, Siti Nasihah-- selama belasan tahun. Bahkan, hingga saat ini, beruntung saja aku banyak lupanya, bagaimana saat menjalani kehidupan kecil tanpa kehadiran bentuk fisik seorang ibu.

Yah, maklum saat itu, aku masih berumur 3 tahun, dan kakakq umur 6 tahun. Praktis, kami berdua ditinggal dan hidup bersama ayah. Hingga akhirnya, ayah -dengan segala keterbatasannya- menyerah, menitipkan kami berdua pada kakek dan nenek, orangtua dari ibu.

Secara ekonomi, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, pasca emak jadi BMI relatif teratasi. Bahkan, seingatku, hasil dari jerih payahnya, keringat dan air matanya menjadi berkah dan  takternilai. Biaya pendidikanku dan kakakku hingga lulus kuliah misalnya, adalah salah satu bukti buah keringat dan tekadnya.

Berkat harapan dan doanya juga, aku menjadi anak yang cukup berprestasi selama dalam proses pendidikan formal(buktinya, selalu masuk peringkat 10 besar sejak SD s/d SMA, hihihi...), Tidak hanya itu, emak bahkan mampu dan bisa mengusahakan adik kandungnya, berangkat ke tanah suci untuk melanjutkan kuliah disana dengan beasiswa, selama bertahun-tahun. Alhamdulillah saat ini, adiknya emak ini, (pamanku) malah lebih sering keliling luar negeri, dan mungkin tak terhitung berapakali dia berziarah ke makam Rasululloh..Allohumma sholli ala Muhammad. ( saat tulisan ini dibuat, paman bahkan sedang menjalankan umrah, entah yang keberapa kalinya).

Singkatnya, emak adalah kebanggaanku yang dengan cara dan usahanya dia mengorbankan dirinya untuk anak-anaknya, adiknya dan keluarganya tanpa sedikitpun ada pamrih. Emak, maafkan anakmu ini belum bisa menjadi yang terbaik dan takmungkin bisa membayar pengorbananmu yang luar biasa besarnya.

Akhirnya, aku mau menutup kerinduanku pada ibuku, dengan syair berikut :

 Ribuan kilo, jalan yang kau tempuh. Lewati rintang, untuk aku anakmu. Ingin kudekap dan menangis di pangkuanmu, sampai aku tertidur bagai masa kecil dulu. Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku. Dengan apa membalas; ibu. (Iwan Fals)

Comments

Popular posts from this blog

Kyai As'ad, Pahlawan dan NU

Kemenangan HOSTUM, Kemenangan kaum Buruh!

Penetapan UMP 2012, Masih Tarik Ulur*